Lampuuk, Aku Kangen! #PeopleAroundUs #Day1

Saturday, September 14, 2013

Lampuuk, aku kangen :(

Sore itu, tanggal 26 januari 2013 adalah hari terakhir saya berkunjung ke Lampuuk, jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah, kurang lebih hanya lima kilometer, pergi kesana juga karena bosan sekalian jalan-jalan sore sama salah satu sahabat saya, putri, kami jalan-jalan tidak tau arah selama beberapa puluh menit dengan sepeda motor, sampai akhirnya kami memutuskan untuk menuju kesini.

26 januari 2013, tepat 97 bulan tragedi tsunami berlalu, ingatkah itu, kawan? Ketika itu saya baru berumur 11 tahun, dan masih duduk di kelas enam SD, pagi itu, hanya ada saya, mamak, dan ayah di rumah sedang santai sebelum memulai pekerjaan dengan makan biskuit dan teh hangat, abang saya tidak di rumah karena sudah bekerja di Meulaboh, sedangkan kakak saya yang bekerja di rumah sakit mendapatkan tugas jaga malam dan belum pulang, saya ingat beberapa menit kemudian gempa itu, gempa 8,9 skala richter itu memutarbalikkan duniaku dalam dimensi lain, semuanya seakan hendak roboh, tangisan anak kecil, teriakan orang-orang mendengungkan ayat-ayat Allah, hingga beberapa saat kemudian orang-orang berlarian dari jalan raya menuju ke ujung kampung, gunung, itulah yang dituju.

Gunung di ujung kampung itu bernama glee ceule, glee adalah gunung dalam bahasa aceh, gunung yang tidak terlalu tinggi, hari itu aku melihat orang-orang berlarian mendaki gunung, beberapa orang berusia lanjut yang berlari terseret-seret, anak-anak kecil yang digendong orang tuanya, termasuk aku yang digendong ayahku menuju puncak, dan disanalah aku melihat semuanya, air hitam yang membalut rumah, suara letusan-letusan ditengah banjir besar di desa-desa lain, ada monster yang menjelma menjadi air hitam nan pekat yang masih tergambar jelas di otakku saat ini.

Suasana diatas gunung lebih heboh lagi, orang-orang melantunkan kalam Tuhan yang mereka hafal, anak-anak yang menangis, ibu-ibu yang berteriak-teriak ketika letusan-letusan itu terdengar, bapak-bapak yang mengumandangkan azan, aku melihat teman-temanku menangis sementara aku masih belum mengerti apa yang terjadi memilih diam dibawah pokok kelapa, disamping ibuku yang mengadahkan tangannya dengan air mata yang meleleh di pipinya, dan disampingnya ayah berdiri mematung melihat banjir itu, aku sesekali menatap matanya, pikiranku jauh teringat hari-hari sebelum ini, pemandangan sebelum hari ini, teringat kakak-kakakku, teringat hari-hari ceriaku, disanalah aku tau, segalanya akan berubah setelah ini.

Kawan, tsunami adalah hal yang tidak pernah ingin kalian lihat.

Aku tidak dikejar-kejar gelombang ganas itu, seperti banyak cerita teman-temanku yang lain, tidak hanyut di dalamnya, rumahku bahkan tidak tergenang air sedikitpun, desaku selamat, dimana desa-desa tetangga sudah berantakan dilahap paksa gelombang maut itu, tapi aku mengerti, aku melihatnya, yang tidak ku mengerti adalah, mengapa pantaiku bisa berubah sedemikian ganas, beberapa menit saja ia bisa mengubah persepsiku tentang segala hal menyenangkan yang bisa kita temukan di pantai, aku suka pantai, sangat suka, dulu,waktu masih kecil, aku hanya suka sekedar berenang atau mencari kerang-kerang lucu, dan semakin besar aku menemukan banyak hal lain di pantai, tentu saja tidak di hari itu, pantaiku sudah berbeda.

Aku masih takut melihat ombak besar sampai sekarang, tapi aku sudah berani bermain-main air disana, kalau saja bisa disebut berenang, aku tidak bisa berenang, kawan, walaupun jarak rumahku hanya lima kilo dari pantai, aku belum pantas disebut anak pesisir sejati.

Tapi kadang, pantai juga memberikan nuansa lain, teman, seperti sekarang aku kangen sekali lampuukku, aku kangen sekali menginjakkan kakiku yang telanjang diatas pasir putihnya yang hangat, bermain dengan ombak-ombak kecil, aku kangen sunsetnya, aku kangen berlari-lari kecil disana, aku kangen duduk termenung di pinggirnya memikirkan banyak hal, disana, aku tidak pernah bisa sendirian, aku kangen sekali.

Pada akhirnya, tsunami sudah memberikan banyak sekali pelajaran, meskipun kami harus rela kehilangan banyak anggota keluarga besar kami, teman-teman kami, guru-guru kami, kami pernah merasa harapan kami sudah pupus saat itu tanpa tau kalau setelahnya harapan yang ada malah semakin besar, saya sendiri, pernah memiliki masa-masa berat kehilangan adik sepupu saya, Hilwa, yang saat itu tinggal di Lamdingin, saya pernah berbulan-bulan tidak banyak bicara terlalu banyak, saya, seperti kebanyakan anak lain saat itu, sudah hilang cerianya, tapi sekarang saya, kami semua, telah kembali pada harapan semula, semangat dulu kembali bangkit, bahkan lebih besar, kami sudah berada di tempat kami masing-masing, menyusuri mimpi-mimpi kami masing-masing.

sama kak putri, I'm so definitely gonna back there soon.

Lampuuk, saya kangen. :'|



No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS