as same way as those, or worse.
Picture credits : Here and here
Brain: I should sleep, I should sleep, I should sleep
Heart: Not now self, learn several chapters left.
Me: SEVERAL???!!!!!
*happen almost in every mid-exam's night, lately I don't make it so well, here's little regret.
Di dalam senyummu, ku dengar bahasa kalbumu
Mengalun bening menggetarkan
Kini dirimu yang selalu... Bertahta di benakku
Dan aku kan mengiringi..
Bersama..
Di setiap langkahku..
Itu adalah penggalan lagu Bahasa Kalbu milik Titi DJ yang sering aku dengarin waktu kecil, yang dulu juga jadi soundtrack sinetron Cinta yang jarang aku lewatin, yang aku hapal jam tayangnya (iya, ketauan banget udah tua :D)
Aku adalah satu dari sedikit orang yang sering merindukan masa lalu, merasa menyesal karena dulu nggak seperti ini atau seperti itu, iya, masih ada orang yang melakukan hal nggak penting gini jaman sekarang, walaupun nggak semua kejadian yang aku ingat, kalo aku ngebayangin masa lalu, yang pertama kali terpikir adalah lagu yang tren di jaman itu, film yang aku tonton, novel yang aku baca, and art affects my life so well, secara aku suka fiksi, romance, and mostly related with mellowish, jadi kalo ingat masa-masa aku lagi suka banget main sepeda waktu itu kalo gak salah tahun 2003, itu pas musimnya lagu Agnes Monica yang judulnya jera, atau aku pernah suka banget sama soundtrack AADC yang Denting dan itu ngetrennya waktu itu aku inget pas kakak sepupu nikah dan diputerin repeat di malam reception day-nya, iya, semua orang pasti punya cara beda-beda untuk "connect" sama masa lalunya, dan aku gak yakin ada orang lain yang seperti aku but I hope there's if it's not million, at least there's hundred or thousand ones like me so I ain't feel so creepy -___-
Bahasa Kalbu yang direpeat dari tadi berhasil bawa aku memutar lagi slide-slide memori masa kecil aku yang biasa, slide demi slide hingga sampai di masa-masa indah ketika Ayah masih ada, slide yang memasang gambarnya yang udah buram banget kalo gak bisa dibilang kabur, sekitar empat atau lima tahunan umurku dulu, waktu masih sering digendong ayah dan ayah nyanyi di depan cermin, dari mulai lagu yang pake lirik sampe cuman terereng terereng doang tapi karena gaya ayah yang lucu jadi bikin aku selalu ketawa, it sounds silly enough now, mengingat keterbatasan kami waktu itu yang bikin aku gampang aja ketawa sama hal yang bahkan nggak lucu, atau aku masih terlalu kecil, atau juga karena itu memang lucu.
And so I miss my dad right now, he did his part the best he could, ayah selalu menjadi ayah yang baik, bertanggung jawab, memberikan yang terbaik, sampai anak-anaknya yang walaupun masih juga kayak aku yang tidak membanggakan, tapi aku masih berusaha untuk tidak menyusahkan sampe sekarang, buat aku, ayah itu superhero, penolong aku dimanapun, aku terdidik manja tapi udah biasa ngurus apa-apa sendiri, dan kalo ujung-ujungnya gak bisa aku tanganin, ayah selalu ada untuk menyelesaikan dan ngasih yang aku mau, sosok ini adalah yang paling aku rindukan, yang paling aku butuhkan tapi aku sadar aku nggak bisa melawan takdir, dan pilihan terakhir yang aku punya hanya mengatur puzzle puzzle yang masih berantakan hingga "ikhlas" itu tersusun sempurna dan kokoh.
Sudah 3 tahun, 7 bulan, 13 hari aku sama sekali tidak pernah melihat sosoknya lagi, selama itu juga aku belajar menepati janjiku terakhir pada ayah, bahwa aku akan berubah menjadi baik, walaupun hasilnya belum begitu sempurna, setidaknya ayah, anakmu ini bukan lagi pemalas, yang suka menggunting-gunting kertas untuk dijadikan hiasan kamar dan tidur jam empat pagi, yang suka mutarin musik keras-keras kalo lagi suka sama lagu baru, dan aku masih selalu ingat ayah asal dengar For The First Time-nya The Script--lagu terakhir yang aku putar keras sambil sing along trus dimarahin ayah :(
Kadang begitu sulit untuk survive pada pilihan yang udah aku buat sendiri, dan butuh sandaran untuk menceritakan hal ini, dan membayangkan seandainya ayah masih ada disini untuk aku ceritakan semuanya, menjadi penampung air mata yang seringkali hanya kering dan tidak terlihat ditengah pekatnya malam, menjadi tempatku mencurahkan semuanya seperti dulu, even suprised to me how it seems like I'm a daddy's girl type enough, yes I was, if I can end this with a wish, I wish I could make you proud the way you always made me proud to have your figure, to make you write to me as well, to make you come to my dream, because I haven't close any side of my dream for you to come, but you never there, I wish tonight you will.. Please..
**** this is more than just a tribute for Father's day I wish I could write earlier right in november 12, this is not, I just miss my dad. :)
Pagi masih muram sisa hujan semalam, hati masih semrawut dan pikiran masih berantakan sisa kegelisahaan dua hari weekend belakang, aku masih ditempat yang sama dan (lagi) ingin mengajukan beberapa pertanyaan, tapi terakhir kali ku lakukan masih juga tanpa jawaban, aku sudah sering diabaikan dan sudah terbiasa kebingungan, mereka sering melihatku aneh dan aku bersumpah mereka sering mencibirku dan merasa bahwa kekhawatiranku tidak beralasan, sungguh, apa yang mereka tau? Aku tidak ingin kehilangan, maka ketidakjujuranku beralasan, aku tidak ingin titik terlemahku diketahui orang, maka aku diam, dan diamku hanya menetralkan, gejolakku yang ingin berteriak dan hati yang slalu berbisik untuk bersabar sedikit lagi, menetralkan, mendinginkan kepalaku yang panas dan otakku yang susah diajak kompromi untuk berfikir jernih. Aku tidak berpikir kehidupan sudah lancang mengambil semuanya dariku, bukan juga aku merasa paling menyedihkan, satu jam dari sekarang aku akan bertemu dengan mereka yang harus lebih keras berjuang dariku, tapi bukan itu intinya, kadang manusia memang ingin diam dan memastikan mengapa aku dianggap tidak pantas, mengapa banyak hal tidak berlaku untukku, kadang, bukan itu juga intinya, kadang mengapa sikapku seperti tidak layak dipahami?